
Perasaanku hari ini tak seperti teman-temanku yang lain, yang
ku tahu mereka berbahagia. Sedangkan perasaanku? Tak karuan. Kami semua
mengawali hari ini dengan kegiatan yang sama, gladi bersih wisuda. Ya, esok dan
lusa ada 1.800-an mahasiswa yang akan dikukuhkan secara resmi menyandang gelar
Diploma, Sarjana, Master, dan Doktor. Aku termasuk salah satu diantara ratusan
sarjana bertoga itu. Dibalik rasa syukurku yang (tentu saja) sangat besar karena telah
berhasil menyelesaikan kuliah dengan (lumayan) baik, ku mengalami ketakutan
besar. Pertanyaan yang tak hentinya terngiang dalam pikiranku adalah ‘akan apa
kamu setelah ini?’, pertanyaan itu ku jawab sendiri dengan jawaban ‘bekerja, aku
belum ingin melanjutkan sekolah lagi’, lalu muncul lagi pertanyaan lanjutannya ‘akan
bekerja dimana?’, sampai pada pertanyaan ini otakku mendadak berhenti berpikir.
Hanya jawaban ‘tidak tahu’ yang reflek muncul. Pikiranku seakan berkata dengan
nada mengejek ‘hey, bagaimana kau tak tahu akan bekerja dimana. Kau seorang
sarjana sekarang !’, semakin tak ingin wisuda saja aku rasanya. Ah, seandainya
saja upacara itu bisa ditunda hingga aku sudah secara resmi terdaftar menjadi
karyawan disuatu perusahaan besar.
Bukan tanpa bekal aku dilepas oleh universitas negeri
kebanggaan warga Semarang ini, bahkan aku dibekali banyak hal untuk menghadapi
dunia keras di luar sana. Hanya mungkin aku yang belum memanfaatkan dengan baik
bekal yang diberikan. Aku pernah punya mimpi kecil, dimana aku sudah diterima
bekerja sebelum hari H wisuda. Sampai H-1 menjelang proses upacara itu, aku
belum juga mendapatkan pekerjaan. Habis sudah deadline-ku untuk tidak menyandang gelar mengerikan pasca wisuda.
Semoga sebelum bulan berganti, aku sudah mendapatkan pekerjaan yang baik dan
sesuai dengan idealisme sederhanaku.
Ayah bilang ini bagian dari proses hidup, yang terpenting
adalah tetap berusaha mencoba. Karena mencoba adalah membuka peluang atas
segala ketidakmungkinan.
Belajar banyak hal, bertemu kawan-kawan hebat, bertemu
kawan-kawan terbaik, mengunjungi banyak tempat, mencicipi hal baru, sungguh kisah
4,5 tahun yang amat sangat pantas disyukuri. Ku percaya, tak ada satupun proses
belajar yang berakhir sia-sia.
Teruslah berikhtiar, karena Tuhan tidak pernah tidur.
Terima kasih untuk semangat yang selalu diberikan ya Mima, Okky, Sabrina,
Dinar.
Terima kasih Kawan terhebat yang tak ada duanya, Mei, Sapta, Reni,
Aghnia.
Terima kasih Partner riset terbaik yang pernah ada, Indah, Isti, Ina,
Fitria, Selfina, Isma.
Terima kasih juga untuk Sesil, Lufthy, Erwin, Edwin, Anjar, Enk sudah
bantu aku urus ini itu.
-Ditulis saat H-1 wisuda, dan menggalau karena belum punya
pekerjaan-