Senin, 23 Februari 2015

Bicara Tentang Menikah

Tahun ini usiaku menginjak tahun ke 23. Usia muda yang bisa dibilang cukup matang dan produktif untuk ukuran seorang anak manusia. Tentu saja tak hanya aku, ada ribuan pemuda 23 tahun di negeri ini. Sudah lulus kuliah dengan menyandang gelar di belakang nama, bekerja untuk mencapai kemapanan finansial, melanjutkan studi untuk memperdalam ilmu, mengabdi untuk bangsa, mengikuti berbagai program pertukaran pelajar ke luar negeri, bahkan menjadi seorang Puteri Indonesia, dan ataupun langsung menyempurnakan separuh agama melalui upacara sakral pernikahan, semuanya tergantung pada pilihan hidup masing-masing individu muda.

Pernikahan, berasal dari kata nikah yang ditambah imbuhan pe-an. Sedangkan menikah berasal dari kata yang sama, hanya berbeda imbuhan. Kata menikah menggunakan imbuhan me-. Kata tersebut mempunyai arti bersekutu/ bersatu, kata wikipedia. Ah, akupun tak tahu arti dari wikipedia itu benar atau salah. Yang ku tahu, menikah itu menyempurnakan separuh agama dengan berjanji suci di hadapan Tuhan, petugas KUA, wali dan para saksi yang sah. Hanya dengan kata-kata yang tidak terlalu panjang, seorang wanita dan seorang laki-laki yang tadinya bukan siapa-siapa tak sampai 5 menit kemudian sah menjadi muhrim dan secara otomatis menyatukan dua keluarga. Mungkin ini salah satu kehebatan dari kata-kata sebuah janji, berjanji yang tidak main-main.

Seiring bertambahnya usia dan berkembangnya pemikiran, akhir-akhir ini banyak dari kawan-kawan ku yang pada akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah penyempurnaan separuh agama ini. Entah berapa usia ideal seseorang untuk menikah, yang jelas begitu merasa dewasa dan sudah bertemu pujaan hati yang diyakini kalau dia memang jodoh yang dikirim Tuhan langsung saja berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Begitu, katanya. 

Kawan kental masa kecil dan salah satu kawan baik saat SMA akan melakukan akad dalam waktu dekat ini. Rasanya aku belum sampai pada pemikiran yang mereka pikirkan, aku masih saja culun, masih menganggap bahwa menikah belum harus dilakukan dalam rentang usia ini. Aku masih terlalu anak-anak untuk mengambi keputusan besar itu. Tapi, jodoh dan rezeki bisa datang kapan saja tanpa terduga. Begitulah mungkin yang mereka alami sehingga dengan cepat memantapkan hati untuk melakukan akad. Untuk apa menunda hal baik, daripada berkhalwat malah menjadi dosa. Lebih baik menyegerakan 'sah' yang bahkan lebih dari sekedar berpegangan pun pada akhirnya akan menjadi ibadah. Hehe

Ayahku dulu diusia 31 tahun menikahi ibuku yang berusia 27 tahun, hingga saat ini mereka percaya bahwa usia dibawah 25 masih terlalu muda untuk menikah. Maka dari itu, aku belum dihujani pertanyaan atau dipaksa untuk menyegerakan menikah. Berhubung jodohnya juga belum ketemu, lebih baik untuk memantaskan diri lebih dulu sembari mengejar cita-cita yang belum tercapai. Bukan hanya sekedar cinta dan berjanji kemudian berselisih paham sedikit lalu ditinggal pergi, karena menikah tidak sebercanda itu.

Barakallahu, kawanku yang akan melakukan akad.
Semoga menjadi keluarga Sakinah, Mawaddah, Warrahmah.
Bahagia selalu dan langgeng sampai hanya kematian yang memisahkan.
Separuh agama sudah terpenuhi, tinggal menyempurnakan yang separuh bagian lagi :))

Aku selalu turut bahagia dalam setiap bahagiamu...

Salam terhangat !

-dini hari diakhir bulan februari, ketika undangan ulang tahun mulai banyak berubah menjadi undangan penikahan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post